Rabu, 12 Oktober 2016

Bapakku – Guruku Inspirasiku*



Bapakku – Guruku Inspirasiku*
Rahmat Hidayat, SMAN 1 Cikalongwetan

Kehidupanku sejak kecil tinggal dilingkungan guru, aku dibesarkan oleh orangtua (Bapak dan Mamah) yang menjadi guru serta tempat kakek dan nenekku yang mengurus Bapakku juga adalah guru. Sedangkan kakekku yang sesungguhnya, juga adalah seorang lurah dan guru mengaji di Cikalongwetan Bandung Barat. Jadi di darahku mengalir deras jiwa guru yang sangat besar. Aku lahir dan menghabiskan masa kecilku di Cimahi setelah aku kelas 4 SD aku pindah ke daerah kecil dipinggiran kota yaitu Cikalongwetan. Aku pindah mengikuti Bapak (demikian aku menyebutnya untuk orangtua laki lakiku) karena ditugaskan disekolah baru. Bapakku seorang guru SMA. Bapakku  meniti karir menjadi guru sejak aku lahir, dan karena Bapakku lah aku menjadi seorang guru dan juga seorang Instruktur Nasional bagi guru guru. Aku merasa kesuksesan ini didapat tidak lain karena atas didikan dan bimbingan Bapakku. Aku selalu bertanya dan berusaha menjadi guru yang baik seperti Bapak. Sebab bagiku guru yang terbaik adalah Bapakku.

Berbicara tentang kesuksesan tentu peran besarnya ada di guru, semua guru bagiku adalah sumber inspirasi walau tentunya dengan waktu dan kadarnya masing masing. Ketika dulu di SD ada guru yang menginspirasiku beliau menjelaskan betapa enaknya jadi seorang pengusaha. Pada saat itu mulailah aku berkeinginan untuk berdagang, sejak kelas 5 SD aku sudah mulai berdagang, yaitu berjualan buah buahan yang kubeli dan kupetik sendiri dari pohon milik tetangga. Selain itu aku juga berjualan kelereng, layangan, karet dan aneka mainan lainnya untuk anak anak se usiaku. Kebiasaan berjualan ini terus aku bawa sampai sekarang. Aku malah sering disebut sebagai guru pedagang dan aku sering diundang untuk menjadi pelatih dalam latihan kewirausahaan disekolah sekolah.

Menginjak usia sekolah SMP beberapa guruku memotivasi hal lain. Mereka memotivasiku untuk ikut organisasi maka  pada saat itu, aku masuk organisasi Pramuka. Disini mulailah aku belajar berani untuk hidup mandiri. Selain baris berbaris dan upacara bendera, aku dilatih juga tali temali, pioneering, tanda jejak, morse dan semaphore. Semua pengetahuan yang kudapat di pramuka kemudian di aplikasikan di perkemahan sabtu minggu. Senang rasanya bisa merasakan suasana tidur diluar mendekat dengan alam. Berbagai macam pengalaman selama perkemahan menjadi bekal buat aku dalam mengarungi kehidupan ini.

Usia SMA  benar benar menempaku untuk menjadi lebih dewasa, apalagi Bapakku menjadi guru disekolah yang aku masuki. Sehingga aku berpikir aku mesti lebih baik agar tidak memalukan Bapakku. Beberapa orang guru di SMA memberiku inspirasi yang lain. Sejalan dengan usiaku yang terus bertambah, bakat organisasiku makin terasah. Aku mulai ikut organisasi yang levelnya lebih tinggi, banyak kegiatan yang aku ikuti selain kegiatan organisasi disekolah. Selain itu ada hal lain yang muncul dalam diri ketika aku ikut organisasi di SMA, yaitu guruku memotivasi untuk tidak mudah menyerah, ngotot dan terus bergerak. Karakter ini yang terus  ada sampai saat ini dalam diriku. Dalam menghadapi berbagai hal aku biasanya ngotot dan tak mau kalah apalagi ketika di SMA inilah Bapakku meminta aku belajar ilmu bela diri. Karate dan silat adalah olahraga yang aku ikuti. Tempaan fisik dan mental dalam setiap latihan membuatku semakin kuat dalam menghadapi tantangan apapun. 

Semua motivasi dan inspirasi yang diberikan oleh guru guruku disekolah sejak SD sampai SMA sebenarnya adalah inspirasi dan motivasi yang diberikan oleh Bapakku di rumah, karena aku tak menyadarinya mungkin ini menjadi tak berasa. Sekarang baru aku sadar bahwa sesungguhnya motivator dan inspirator utama dalam hidupku adalah Bapakku. Inilah pribadi Bapakku yang membuat aku ingin menjadi seorang guru, sehingga selepas SMA aku lanjutkan sekolah ke IKIP Bandung, jurusannya pun sama seperti Bapakku ekonomi, tapi Bapakku luarbiasa sepertinya semua ilmu bisa. Fisika, kimia, matematika Bapak kuasai, bahkan Bahasa inggris pun Bapak bisa. Jadi guru yang segala bisa Bapakku ini. Dan akupun ingin seperti Bapak.

Sosok Bapakku yang kukenal sejak kecil adalah pribadi  yang sederhana, hidupnya apa adanya, yang aku tahu Bapakku selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dengan gajinya sendiri. Aku masih ingat ketika untuk menambah kebutuhan keluarga Bapak memelihara ayam kampung dan ayam petelur sekedar untuk memenuhi gizi keluarga, dan kebun yang tak seberapa luas Bapak tanami dengan bumbu bumbu dapur , atau tanaman buah buahan yang hasilnya cukup lumayan. Aku masih ingat nanas yang Bapak tanam karena hasilnya melimpah Bapak jual ke warung sekitar, begitu juga dengan cabe rawit, pisang dan tanaman lainnya ketika hasilnya berlebih maka Bapak jual, dan yang memiliki tugas menjualnya adalah aku sehingga sebetulnya disinilah bakat wirausahaku tumbuh. Dipaksa oleh Bapak berjualan. Pelajaran berwirausaha dari Bapak luarbiasa. Bisnis Bapak mengalir seperti air katanya, “teu kudu ngarawu kusiku” jadi jangan mengambil sesuatu mengunakan siku karena akan sulit diambilnya. Prinsip hidup Bapak kenapa mesti membeli selama kita masih bisa menanam betul betul mengajarkan prinsip hidup hemat. Jadi ingat cerpen Banun di buku pelajaran Bahasa Indonesia di kelas XI, ada seorang Banun yang hidupnya memanfaatkan lahan pekarangan dan kebunnya.

Karakter lain yang aku kagumi dari Bapak adalah pekerja keras, Bapak kadang disekolah sampai sore namun, pekerjaan dirumah pasti bisa dibereskan oleh Bapak mengurus ternak, tanaman dikebun atau pekerjaan rumah tangga lainnya, kadang Bapakku memasak didapur biasanya masakan yang sering Bapak masak adalah mengolah ikan atau ayam, dan rasanya tak kalah dengan masakan ibuku. Disekolah Bapakku selain mengajar punya tanggungjawab lain, Bapak ditugasi oleh setiap kepala sekolah yang ditugaskan disekolahku menjadi wakil kepala sekolah. Satu waktu malah pernah yang ditugaskan disekolahku adalah seorang manajer dari sebuah kesebelasan besar di Indonesia yaitu Persib Bandung. Betapa repotnya aku lihat Bapak mengurusi sekolah karena sang kepala sekolah sedang ada tugas lain, untuk mendampingi Persib Bandung bertanding, sampai berbulan bulan kadang kepala sekolahnya tidak masuk disekolah, Bapak dengan sigapnya semua pekerjaan dapat tertangani. Bapak tak pernah kudengar mengeluh hadapi semua pekerjaan yang begitu banyak, bahkan Bapakku selalu tersenyum hadapi itu semua.

Bapakku ketika menjadi guru bukan pribadi yang ambisius, pribadi yang rendah hati dan selalu banyak mengalah. Bahkan ketika sang pimpinan sekolah merekomendasikan Bapak untuk menjadi kepala sekolah Bapak menolaknya dengan halus, Bapak merasa sudah sangat nyaman dengan menjadi guru. Kata Bapak jadi kepala sekolah itu banyak tantangannya yang belum tentu Bapak sanggup menghadapinya.  Bahkan kata Bapak takut banyak dosanya, cukup jadi guru saja. Padahal aku tahu jaman Bapak menjadi guru, gaji guru sangat kecil, beda jauh dengan jaman sekarang. Guru hari ini begitu dimanja dengan penghasilan, walau kadang prihatin juga. Besarnya penghasilan tak sebanding dengan kinerjanya. Bukankah guru pelukis masa depan bangsa. Terbayang apa yang terjadi ketika hari ini guru mengajar asal asalan, masa depan bangsa sungguh di pertaruhkan. Kata Bapak jadi guru yang bener jangan kebeneran jadi guru.

Perjuangan Bapak menjadi guru pada saat itu luarbiasa sekali, dibanding hari ini banyak sekali kemudahan. Ketika kita mengajar banyak dibantu oleh berbagai macam sarana, kata Bapak sungguh saying kalau sampai hari ini guru masih mengajar sekadarnya saja. Perangkat kerja saja masih nyontek punya yang lain gimana akan benar mengajarnya. Sebab setiap sekolah punya karakteristik masing masing jadi tidak mungkin perangkat sekolah A dipakai di sekolah B. Ini adalah masalah mental guru yang harus segera diperbaiki. Mental guru lain yang mesti diperbaiki adalah perilaku konsumtif yang tidak terasa, contohnya cara berpakaian guru. Hari ini guru sepertinya berlomba lomba berpakaian semenarik dan sebagus mungkin. Tampil menarik dan bagus didepan murid adalah perilaku yang baik, tapi ketika terlalu sering berubah mode pakaian atau bahkan  juga pakaian yang dipakai dipasang pasangkan dengan tas dan sepatunya biar cocok ini mungkin yang berlebihan. Perilaku seperti ini sungguh tidak baik buat peserta didik sebab gaya guru yang seperti ini tentunya akan ditiru oleh murid muridnya. Bukankah peribahasa mengatakan guru “kencing berdiri murid kencing berlari”,  dan bagi murid, guru adalah role model, tauladan, contoh sehingga  apa yang dilakukan oleh guru akan juga dilakukan oleh muridnya. Kata Bapakku dulu guru punya pakaian paling banyak 3 dan itu seragam semuanya, sehingga pada jaman Bapakku mengajar setiap hari guru sama bajunya karena seragam.

Bagiku Bapakku adalah segalanya buatku sehingga aku memiliki keinginan untuk menjadi guru yang terbaik, sebab Bapakku juga sudah menjadi guru yang terbaik dalam kehidupanku. Didedikasikan untuk Bapakku Yeyet Ahmad Riyaya, BA.

*Rahmat Hidayat, 0817617965 Guru di SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat dan Pengurus IGI Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Benarkah Sastra Dapat Membentuk Pribadi (Karakter)?   Ajarkanlah sastra pada anak-anak kalian, karena sastra akan mengubah yang pengec...