Jajal Jabar
Selatan (JJS)
Perjalanan pulang dari pangandaran kali ini, ingin mencoba rute
baru. Rute ini sengaja ditempuh untuk menghindari rute biasa yang macetnya
sudah “tingkat dewa”, jika pada saat arus balik berlangsung. Menurut peta yang
ada di telepon genggam perjalanan yang akan dilewati adalah pangandaran,
cipatujah, santolo, jayanti, cidaun, ciwidey dan akhirnya bandung. Berangkat
dari pangandaran tepat jam 9.00 WIB dimulai dengan bismillah, penuh semangat
dan penasaran. Penasaran karena jalur yang belum pernah dilewati sebelumnya dan
menurut cerita teman, jalur ini akan berada di sepanjang pantai selatan jawa
barat. Sehingga pemandangan yang terlihat jauh berbeda dengan jalur yang biasa
dilewati.
Setelah menempuh perjalanan
kurang lebih 30 km dari pangandaran akhirnya kami melewati grandcanyon ala
pangandaran, atau kawasan wisata cukang taneuh. Grandcanyon adalah kawasan wisata
dimana kita bisa stalaktit stalaktit yang begitu indah menyimpan sejuta pesona
yang terletak di sungai cijulang. Menurut KBBI stalaktit adalah batangan
kapur yang terdapat pada langit-langit gua dengan ujung meruncing ke bawah.
Untuk mencapai tempat ini kita dapat menyewa perahu dengan menyisir sungai cijulang
hingga sampai di grandcanyon. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi sungai
yang airnya bening dan pepohonan yang hijau sepanjang aliran sungai.
Perjalanan kami lanjutkan,
Jalan yang kami lewati jalan yang mulus paduan aspal berhotmix dan
beton. Jalan yang mulus laksana jalan tol ini, membuat kendaraan dapat dipacu
dengan kecepatan rata rata 80 km/jam, dan tanpa terasa setelah satu jam
perjalanan kami sampai di pantai Ciparanti. Pantai yang sepi jarang
pengunjungnya, kemudian Kami istirahat sejenak dipantai Ciparanti sekedar
menegakkan badan setelah lama duduk. Sejauh
mata memandang yang terlihat hanyalah laut, samudera indonesia. Ombak dipantai
ini sangat besar, sehingga jarang sekali orang berenang, kecuali turis asing yang memanfaatkan ombaknya
untuk berolahraga selancar air.
Betul kata teman perjalanan yang ditempuh terus berada di
sepanjang bibir pantai laut selatan jawa barat. Ombaknya yang besar dan
menggulung gulung tampak terlihat dari kejauhan. Sungguh panorama alam yang
memanjakan mata karunia sang maha pencipta, kondisi ini tentunya jauh berbeda kalua
kami melewati jalur biasa melewati nagrek. Singgahan pantai berikutnya kami
hanya lewati saja karena waktu yang telah beranjak sore tampak pula dikejauhan
sang raja hari telah ada di sebelah barat. Ada pemnadangan tak biasa dibelahan
pantai yang lain tampak air laut berwarna kecoklatan akibat campuran air sungai
yang bermuara kelaut, tampaknya dibagian
hulu sungai ini sedang turun hujan besar sehingga airnya cukup besar dan
berwarna keruh. Akibatnya gulungan ombak yang biasa terlihat putih kebiruan
sekarang berubah warna menjadi kecoklatan.
Selain panorama pantai dan lautan lepas, sepanjang perjalanan juga
banyak sekali tambak udang. Tambak tambak udang yang dijaga oleh masyarakat
pesisir pantai ini adalah milik para pemilik modal tambak. Bahkan tambak
udang yang berskala besar juga banyak terlihat, dengan ditutupi pagar
pagar yang kokoh dan tinggi. Agar orang orang sekitar tak mampu melewatinya.
Menjelang sore hujan besar turun dengan derasnya, pandangan pun
hanya 10 meteran terhalang oleh derasnya hujan. Hujan deras yang terjadi mulai
dari daerah cagar alam leweung sancang sampai rancabuaya cukup membuat takut
juga, apalagi dengan suara petir yang begitu keras seolah olah seperti berada
di atas mobil saja membuat perasaan ini makin takut. Kami semua berdoa agar hujan besar ini segera
berhenti. Memasuki daerah pantai jayanti hujan mulai reda, kami pun istirahat
sejenak di pom bensin di daerah pertigaan cidaun Jayanti. Setelah mengisi penuh
bahan bakar perjalanan kami lanjutkan ditemani hujan rintik rintik sore
menjelang maghrib.
Perjalanan Cidaun ciwidey begitu luarbiasa menegangkan. Selepas
maghrib kami baru berangkat dari cidaun. Ditemani suasana kegelapan yang mulai
terasa dan hujan yang masih ada kami berjalan perlahan. Sepanjang perjalanan di
cidaun ini mati listrik sehingga perjalanan ini lengkaplah sudah, hujan rintik
rintik, jalanan berkelok ditambah gelap pula. Sungguh perjalanan menegangkan.
Diawal perjalanan ketika memasuki daerah cidaun, kami sudah diingatkan oleh
penduduk sekitar, agar berhati hati karena daerahnya rawan longsor, terutama di
hutan bamboo dan hutan jati yang akan dilewati. Alhamdulillah longsor tak kami
dapati namun kegelapan memasuki hutan di daerah cidaun dan jalan nanjak
berkelok itu yang ditemui. Konon menurut masyarakat sekitar di malam hari kadang
masih terdengar suara auman dari macan kumbang. Hutan yang gelap dan terjal ini
akhirnya terlewati juga namun tantangan berikutnya siap menghadang.
Tanjakan Kelok Seribu demikian nama daerah yang kami lihat di peta
yang ada di telepon genggam kami. Cukup kaget juga melihatnnya ada juga rupanya
saingan kelokan sembilan di sumatera disini. Ternyata betul sekali kelokan yang
kami hadapi. Sangat banyak sekali.
Selain itu jalannya menanjak dan licin karena bekas diguyur hujan.
Sepanjang tanjakan kelok seribu kami banyak dibantu oleh warga sekitar. Mereka membantu
mengarahkan perjalanan kami terutama di tanjakan dan kelokan yang sangat tajam. Beberapa kali mobil mesti berhenti
untuk memberikan kesempatan mobil yang didepan kami menjauh terlebih dahulu.
Selain jalanan menanjak dan berkelok juga ada beberapa bagian jalan yang
kurang terpelihara didaerah naringgul yang menyebabkan juga banyak mobil yang
mogok, karena tidak kuat menanjak. Tampak sepanjang jalan banyak kendaraan yang
menepi terlebih dahulu untuk beristirahat.
Setelah hampir 2,5 jam berkutat dijalanan gelap dan menanjak
akhirnya sampai kami di rancabali ciwidey, tampak suasana keramaian ada disini.
Seolah seperti apa judul dari bukunya RA Kartini, habis gelap terbitlah terang. Sedikit merayap Karena jalanan macet akhirnya
kami sampai pula di bandung pukul 23.00. Sungguh perjalanan yang menegangkan
dan melelahkan namun sangat menyenangkan.
Suatu saat kami akan kembali untuk menikmati alam Jabar wilayah Selatan. Ayo
kita JJS (Jajal Jabar Selatan)
*Rahmat Hidayat, Guru di SMAN 1 Cikalongwetan Bandung
Barat/Pengurus IGI Jabar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar