Selasa, 12 Juli 2016

Mudik yang Literat



Mudik yang Literat

Mudik telah menjadi budaya. Seolah merupakan keharusan yang mesti dilakukan pada saat lebaran Idulfitri. Akibatnya, kemacetan yang luar biasa terjadi di mana-mana. Seperti kita ketahui, mudik kali ini telah merenggut belasan nyawa karena macet. Namun, macet tak dapat disalahkan sebagai biang keladi kematian, melainkan ini semua terjadi tidak lepas dari kesalahan manusia itu sendiri.
 Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa timbul karena ketidaksiapan pemerintah atau penyelenggara layanan jalan tol dalam menghadapi kejadian luar biasa. Selain itu, hal ini juga merupakan kesalahan pemudik yang kurang antisipatif dalam menghadapi kemacetan.
Dalam pelaksanaan mudik, kemampuan literasi sangat dibutuhkan sebab dengan  kemampuan ini pemudik mampu mengantisipasi kemacetan jalan dengan cara mencari alternatif jalan lain dalam menempuh sebuah perjalanan. Beberapa kemampuan literasi yang penting dalam perjalanan antara lain, sebagai berikut.
Literasi bertanya, yaitu bagaimana kemampuan kita bertanya pada orang sekitar yang ada dalam perjalanan kita. Dengan bertanya pada orang yang ada dilokasi perjalanan kita, orang yang lebih tahu kondisi jalan atau keadaan yang akan dilalui oleh kita. Akan tetapi, bertanya juga membutuhkan teknik yang baik, bukan sekedar bertanya, sebab kita membutuhkan informasi yang utuh tentang sebuah lokasi. Bertanya juga harus secara santun, misalnya dengan turun terlebih dahulu dari kendaraan sehingga orang yang ditanya akan merasa dihargai.
Selanjutnya, literasi mendengarkan pengalaman orang lain. Selain bertanya pada orang sekitar dalam perjalanan kita, sebaiknya sebelum memulai perjalanan yang akan ditempuh, alangkah baiknya apabila kita bertanya kepada orang lain yang pernah menempuh rute yang akan kita lewati. Ada pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Penting sekali bagi kita untuk menjadikan pengalaman orang lain  sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang akan menempuh sebuah perjalanan. Biasanya orang yang pernah melewati perjalanan yang akan kita tempuh, memilik tips dan trik tertentu.
Kemudian, literasi peta. Literasi ini begitu sangat penting bagi pemudik karena dengan kemampuan membaca peta kita akan tahu posisi kita dalam perjalanan yang dilakukan. Selain itu, kita juga akan tahu berapa jarak perjalanan yang akan ditempuh. Selain peta baca yang ada dalam bentuk kertas, teknologi peta  yang lebih canggih ada pada telepon genggam dengan mengunduh aplikasi peta. Peta yang ada dalam telepon genggam selain lebih aplikatif juga dapat membantu kita untuk mengetahui daerah mana yang macet, rawan bencana, dan jalur alternatif yang dapat ditempuh menuju tujuan kita. Selain itu, ada fasilitas suara seolah-olah kita dipandu dalam perjalanan. Tentunya dengan peta model ini kita tidak terlalu ribet dalam membacanya karena tidak memerlukan tempat yang besar untuk membaca peta tersebut.
Literasi data, dengan literasi data ini kita akan tahu catatan-catatan kejadian di suatu tempat pada waktu sebelumnya. Penting sekali bagi pemudik untuk membaca data ini karena dengan mengetahui catatan pada waktu lalu bukan mustahil kejadian yang sama akan terulang kembali, misalnya catatan tentang daerah yang rawan bencana alam, puncak kemacetan atau pun data sebelumnya yang terkait dengan perjalanan. Biasanya data ini banyak disajikan dalam media cetak ataupun media sosial, kita hanya tinggal membaca dan memahaminya.
Literasi doa, sedekah dan shalat hajat, literasi yang juga tak kalah penting dalam perjalanan kita adalah literasi doa,  melakukan sedekah dan shalat hajat. Setelah kita menyempurnakan semua ikhtiar kita maka tidak ada jalan dan upaya yang lain, selain menyerahkan segalanya kepada Sang Pemilik Alam. Bukankah dengan  doa, sedeqah dan shalat,  bahaya dan bencana akan Alloh Swt hindarkan dari kita,  dan perjalanan yang kita lakukan pada hakikatnya adalah  dalam rangka mensyukuri semua nikmat yang telah Alloh Swt berikan kepada kita. Dengan syukur kita itu maka nikmatNya akan ditingkatkan. Semoga perjalanan yang akan kita lakukan selamat sampai tujuan.
*Rahmat Hidayat*
Guru SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat/Pengurus IGI Jabar.

Jajal Jabar Selatan (JJS)



Jajal Jabar Selatan (JJS)

Perjalanan pulang dari pangandaran kali ini, ingin mencoba rute baru. Rute ini sengaja ditempuh untuk menghindari rute biasa yang macetnya sudah “tingkat dewa”, jika pada saat arus balik berlangsung. Menurut peta yang ada di telepon genggam perjalanan yang akan dilewati adalah  pangandaran, cipatujah, santolo, jayanti, cidaun, ciwidey dan akhirnya bandung. Berangkat dari pangandaran tepat jam 9.00 WIB dimulai dengan bismillah, penuh semangat dan penasaran. Penasaran karena jalur yang belum pernah dilewati sebelumnya dan menurut cerita teman, jalur ini akan berada di sepanjang pantai selatan jawa barat. Sehingga pemandangan yang terlihat jauh berbeda dengan jalur yang biasa dilewati.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 km dari pangandaran akhirnya kami melewati grandcanyon ala pangandaran, atau kawasan wisata cukang taneuh. Grandcanyon adalah kawasan wisata dimana kita bisa stalaktit stalaktit yang begitu indah menyimpan sejuta pesona  yang terletak di sungai cijulang. Menurut KBBI stalaktit adalah batangan kapur yang terdapat pada langit-langit gua dengan ujung meruncing ke bawah. Untuk mencapai tempat ini kita dapat menyewa perahu dengan menyisir sungai cijulang hingga sampai di grandcanyon. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi sungai yang airnya bening dan pepohonan yang hijau sepanjang aliran sungai.  

Perjalanan kami lanjutkan,  Jalan yang kami lewati jalan yang mulus paduan aspal berhotmix dan beton. Jalan yang mulus laksana jalan tol ini, membuat kendaraan dapat dipacu dengan kecepatan rata rata 80 km/jam, dan tanpa terasa setelah satu jam perjalanan kami sampai di pantai Ciparanti. Pantai yang sepi jarang pengunjungnya, kemudian Kami istirahat sejenak dipantai Ciparanti sekedar menegakkan badan setelah lama duduk.  Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah laut, samudera indonesia. Ombak dipantai ini sangat besar, sehingga jarang sekali orang berenang,  kecuali turis asing yang memanfaatkan ombaknya untuk berolahraga selancar air.

Betul kata teman perjalanan yang ditempuh terus berada di sepanjang bibir pantai laut selatan jawa barat. Ombaknya yang besar dan menggulung gulung tampak terlihat dari kejauhan. Sungguh panorama alam yang memanjakan mata karunia sang maha pencipta, kondisi ini tentunya jauh berbeda kalua kami melewati jalur biasa melewati nagrek. Singgahan pantai berikutnya kami hanya lewati saja karena waktu yang telah beranjak sore tampak pula dikejauhan sang raja hari telah ada di sebelah barat.  Ada pemnadangan tak biasa dibelahan pantai yang lain tampak air laut berwarna kecoklatan akibat campuran air sungai yang bermuara kelaut,  tampaknya dibagian hulu sungai ini sedang turun hujan besar sehingga airnya cukup besar dan berwarna keruh. Akibatnya gulungan ombak yang biasa terlihat putih kebiruan sekarang berubah warna menjadi kecoklatan.

Selain panorama pantai dan lautan lepas, sepanjang perjalanan juga banyak sekali tambak udang.  Tambak tambak udang yang dijaga oleh masyarakat pesisir pantai ini adalah milik para pemilik modal tambak.  Bahkan tambak udang yang berskala besar  juga banyak terlihat, dengan ditutupi pagar pagar yang kokoh dan tinggi. Agar orang orang sekitar tak mampu melewatinya.

Menjelang sore hujan besar turun dengan derasnya, pandangan pun hanya 10 meteran terhalang oleh derasnya hujan. Hujan deras yang terjadi mulai dari daerah cagar alam leweung sancang sampai rancabuaya cukup membuat takut juga, apalagi dengan suara petir yang begitu keras seolah olah seperti berada di atas mobil saja membuat perasaan ini makin takut.  Kami semua berdoa agar hujan besar ini segera berhenti. Memasuki daerah pantai jayanti hujan mulai reda, kami pun istirahat sejenak di pom bensin di daerah pertigaan cidaun Jayanti. Setelah mengisi penuh bahan bakar perjalanan kami lanjutkan ditemani hujan rintik rintik sore menjelang maghrib.

Perjalanan Cidaun ciwidey begitu luarbiasa menegangkan. Selepas maghrib  kami baru berangkat dari cidaun. Ditemani suasana kegelapan yang mulai terasa dan hujan yang masih ada kami berjalan perlahan. Sepanjang perjalanan di cidaun ini mati listrik sehingga perjalanan ini lengkaplah sudah, hujan rintik rintik, jalanan berkelok ditambah gelap pula. Sungguh perjalanan menegangkan. Diawal perjalanan ketika memasuki daerah cidaun, kami sudah diingatkan oleh penduduk sekitar, agar berhati hati karena daerahnya rawan longsor, terutama di hutan bamboo dan hutan jati yang akan dilewati. Alhamdulillah longsor tak kami dapati namun kegelapan memasuki hutan di daerah cidaun dan jalan nanjak berkelok itu yang ditemui. Konon menurut masyarakat sekitar di malam hari kadang masih terdengar suara auman dari macan kumbang. Hutan yang gelap dan terjal ini akhirnya terlewati juga namun tantangan berikutnya siap menghadang.

Tanjakan Kelok Seribu demikian nama daerah yang kami lihat di peta yang ada di telepon genggam kami. Cukup kaget juga melihatnnya ada juga rupanya saingan kelokan sembilan di sumatera disini. Ternyata betul sekali kelokan yang kami hadapi.  Sangat  banyak sekali.  Selain itu jalannya menanjak dan licin karena bekas diguyur hujan. Sepanjang tanjakan kelok seribu kami banyak dibantu oleh warga sekitar. Mereka membantu mengarahkan perjalanan kami terutama di tanjakan dan kelokan yang sangat  tajam. Beberapa kali mobil mesti berhenti untuk memberikan kesempatan mobil yang didepan kami menjauh terlebih dahulu. Selain jalanan menanjak dan berkelok juga ada beberapa bagian   jalan yang kurang terpelihara didaerah naringgul yang menyebabkan juga banyak mobil yang mogok, karena tidak kuat menanjak. Tampak sepanjang jalan banyak kendaraan yang menepi terlebih dahulu untuk beristirahat.

Setelah hampir 2,5 jam berkutat dijalanan gelap dan menanjak akhirnya sampai kami di rancabali ciwidey, tampak suasana keramaian ada disini. Seolah seperti apa judul dari bukunya RA Kartini,  habis gelap terbitlah terang.  Sedikit merayap Karena jalanan macet akhirnya kami sampai pula di bandung pukul 23.00. Sungguh perjalanan yang menegangkan dan  melelahkan namun sangat menyenangkan. Suatu saat kami akan kembali untuk menikmati alam Jabar wilayah Selatan. Ayo kita JJS (Jajal Jabar Selatan)

*Rahmat Hidayat, Guru di SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat/Pengurus IGI Jabar

Ganja



Ganja (Gantala Jarang) Khas Jeneponto

Cerita tentang negeri para daeng ini sepertinya tak akan pernah habis, layaknya cerita film di hollywood ataupun bollywood sepertinya cerita tentang makasar selalu saja ada hal menarik untuk diceritakan. Keramahan penduduknya, alamnya, budayanya, makanannya atau apapun itu selalu menjadi hal yang empuk untuk dibuat cerita, yang layak disampaikan dari mulut ke mulut. Agar tak lekang oleh jaman maka apapun itu tentang makasar selalu pantas untuk dituliskan menjadi bahan cerita wajib sehingga dikemudian hari dapat dibaca kembali.

Cerita kali ini adalah tentang Ganja makna yang menjadi negatif di tempat lain, maka jika di Jeneponto ganja adalah makanan yang ditunggu tunggu, dalam setiap perhelatan di masyarakatnya. Ganja menjadi hal yang wajib ada ketika diadakan hajatan, baik pernikahan, sunatan ataupun pesta adat lainnya. Rasanya menjadi hambar ketika Ganja ini tidak ada didalam hidangan, sehingga ganja ini menjadi hal yang wajib ada, ketika sebuah perhelatan sedang berlangsung. Bila dalam pesta tidak disajikan gantala jarang, maka sudah dapat dipastikan para tamu akan memperbincangkan si pemilik hajatan. Bahkan bisa dicibir di tengah masyarakat, jika alpa menghidangkan menu khas tersebut.

Ganja ini adalah makanan khas Jeneponto yang terbuat dari daging kuda. Kuda sangat identik dengan masyarakat Jeneponto. Selain menjadi simbol kebanggaan daerah yang disebut “butta turatea” itu, warga Jeneponto juga menjadikan kuda sebagai makanan khas daerah. Sebagai daerah yang menjadikan kuda sebagai ikonnya, maka daging dari hewan Kuda ini dijadikan  penganan untuk berbagai sajian makanan. Maka dapat dipastikan makanan yang terbuat dari bahan utama daging kuda menjadi marak adanya di Jeneponto. Daging kuda selain diolah menjadi Ganja juga diolah menjadi makanan khas lainnya di Jeneponto seperti Coto Daging Kuda, Conro Daging Kuda, abon daging kuda, dan dendeng daging kuda. Makanan ini banyak sekali tersaji disepanjang jalan di Jeneponto.
  
Menu Ganja ini pada jaman dahulu, adalah makanan khas kerajaan di Jeneponto. Para raja biasanya menyajikan makanan gantala jarang ini untuk menyambut tamu -tamu kehormatan kerajaan ataupun pada saat pesta perkawinan anak raja. Pada saat pesta anak raja tidak lengkap rasanya bila gantala jarang tidak disajikan kepada tamu-tamu terhormat. Sampai saat ini, gantala jarang kemudian menjadi menu utama pesta perkawinan masyarakat di bumi butta turatea.

Mengapa daging kuda menjadi menu istimewa? Tak ada alasan pasti, namun dari sisi kesehatan, daging kuda dapat menyembuhkan penyakit tetanus dan dapat pula menjadi penambah stamina bagi laki laki. Masyarakat Jeneponto juga meyakini kalau daging kuda bisa menyembuhkan penyakit gatal-gatal. Adapun rasanya tidak berbeda jauh dengan daging sapi, namun agak sedikit lebih kenyal.

Menurut penjelasan pa Syahadat guru saudara di Jeneponto,  cara memasak gantala jarang adalah terlebih dahulu daging kuda dipotong-potong sesuai selera. Kemudian direbus di dalam drum yang sudah dibagi dua kemudian dimasak dengan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya, sebab rasanya akan jauh berbeda jika menggunakan bahan bakar lain selain kayu bakar. Kuahnya dari air biasa, dan tidak boleh direbus terlalu lama, dan direbus dengan hanya menggunakan garam. “Agar dagingnya cepat kenyal, diberi pula daun papaya, dan  sebagai penyedapnya, diberikan penyedap rasa secukupnya,” ujarnya. Gantala Jarang  ini biasanya dinikmati dengan nasi atau kupat yang kecil kecil.

Sebagai bagian dari kuliner lokal masyarakat Jeneponto,  Gantala Jarang  wajib dilestarikan karena itu akan menjadi daya tarik luarbiasa bagi perkembangan pariwisata di daerah Jeneponto, terutama wisata kulinernya.  Selamat menikmati Ganja alias Gantala Jarang makanan khas masyarakat Jeneponto dari daging kuda.

*Rahmat Hidayat, Guru SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat/Pengurus IGI Jawa Barat

  Benarkah Sastra Dapat Membentuk Pribadi (Karakter)?   Ajarkanlah sastra pada anak-anak kalian, karena sastra akan mengubah yang pengec...