Bapakku
– Guruku Inspirasiku*
Rahmat Hidayat, SMAN 1 Cikalongwetan
Kehidupanku sejak kecil tinggal
dilingkungan guru, aku dibesarkan oleh orangtua (Bapak dan Mamah) yang menjadi
guru serta tempat kakek dan nenekku yang mengurus Bapakku juga adalah guru. Sedangkan
kakekku yang sesungguhnya, juga adalah seorang lurah dan guru mengaji di
Cikalongwetan Bandung Barat. Jadi di darahku mengalir deras jiwa guru yang
sangat besar. Aku lahir dan menghabiskan masa kecilku di Cimahi setelah aku
kelas 4 SD aku pindah ke daerah kecil dipinggiran kota yaitu Cikalongwetan. Aku
pindah mengikuti Bapak (demikian aku menyebutnya untuk orangtua laki lakiku) karena
ditugaskan disekolah baru. Bapakku seorang guru SMA. Bapakku meniti karir menjadi guru sejak aku lahir,
dan karena Bapakku lah aku menjadi seorang guru dan juga seorang Instruktur
Nasional bagi guru guru. Aku merasa kesuksesan ini didapat tidak lain karena
atas didikan dan bimbingan Bapakku. Aku selalu bertanya dan berusaha menjadi
guru yang baik seperti Bapak. Sebab bagiku guru yang terbaik adalah Bapakku.
Berbicara tentang kesuksesan tentu peran
besarnya ada di guru, semua guru bagiku adalah sumber inspirasi walau tentunya
dengan waktu dan kadarnya masing masing. Ketika dulu di SD ada guru yang
menginspirasiku beliau menjelaskan betapa enaknya jadi seorang pengusaha. Pada
saat itu mulailah aku berkeinginan untuk berdagang, sejak kelas 5 SD aku sudah
mulai berdagang, yaitu berjualan buah buahan yang kubeli dan kupetik sendiri
dari pohon milik tetangga. Selain itu aku juga berjualan kelereng, layangan,
karet dan aneka mainan lainnya untuk anak anak se usiaku. Kebiasaan berjualan
ini terus aku bawa sampai sekarang. Aku malah sering disebut sebagai guru
pedagang dan aku sering diundang untuk menjadi pelatih dalam latihan
kewirausahaan disekolah sekolah.
Menginjak usia sekolah SMP beberapa
guruku memotivasi hal lain. Mereka memotivasiku untuk ikut organisasi maka pada saat itu, aku masuk organisasi Pramuka.
Disini mulailah aku belajar berani untuk hidup mandiri. Selain baris berbaris
dan upacara bendera, aku dilatih juga tali temali, pioneering, tanda jejak,
morse dan semaphore. Semua pengetahuan yang kudapat di pramuka kemudian di
aplikasikan di perkemahan sabtu minggu. Senang rasanya bisa merasakan suasana
tidur diluar mendekat dengan alam. Berbagai macam pengalaman selama perkemahan
menjadi bekal buat aku dalam mengarungi kehidupan ini.
Usia SMA
benar benar menempaku untuk menjadi lebih dewasa, apalagi Bapakku
menjadi guru disekolah yang aku masuki. Sehingga aku berpikir aku mesti lebih
baik agar tidak memalukan Bapakku. Beberapa orang guru di SMA memberiku
inspirasi yang lain. Sejalan dengan usiaku yang terus bertambah, bakat organisasiku
makin terasah. Aku mulai ikut organisasi yang levelnya lebih tinggi, banyak
kegiatan yang aku ikuti selain kegiatan organisasi disekolah. Selain itu ada
hal lain yang muncul dalam diri ketika aku ikut organisasi di SMA, yaitu guruku
memotivasi untuk tidak mudah menyerah, ngotot dan terus bergerak. Karakter ini
yang terus ada sampai saat ini dalam
diriku. Dalam menghadapi berbagai hal aku biasanya ngotot dan tak mau kalah
apalagi ketika di SMA inilah Bapakku meminta aku belajar ilmu bela diri. Karate
dan silat adalah olahraga yang aku ikuti. Tempaan fisik dan mental dalam setiap
latihan membuatku semakin kuat dalam menghadapi tantangan apapun.
Semua motivasi dan inspirasi yang
diberikan oleh guru guruku disekolah sejak SD sampai SMA sebenarnya adalah
inspirasi dan motivasi yang diberikan oleh Bapakku di rumah, karena aku tak
menyadarinya mungkin ini menjadi tak berasa. Sekarang baru aku sadar bahwa
sesungguhnya motivator dan inspirator utama dalam hidupku adalah Bapakku.
Inilah pribadi Bapakku yang membuat aku ingin menjadi seorang guru, sehingga
selepas SMA aku lanjutkan sekolah ke IKIP Bandung, jurusannya pun sama seperti Bapakku
ekonomi, tapi Bapakku luarbiasa sepertinya semua ilmu bisa. Fisika, kimia,
matematika Bapak kuasai, bahkan Bahasa inggris pun Bapak bisa. Jadi guru yang
segala bisa Bapakku ini. Dan akupun ingin seperti Bapak.
Sosok Bapakku yang kukenal sejak kecil
adalah pribadi yang sederhana, hidupnya
apa adanya, yang aku tahu Bapakku selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarga
dengan gajinya sendiri. Aku masih ingat ketika untuk menambah kebutuhan
keluarga Bapak memelihara ayam kampung dan ayam petelur sekedar untuk memenuhi
gizi keluarga, dan kebun yang tak seberapa luas Bapak tanami dengan bumbu bumbu
dapur , atau tanaman buah buahan yang hasilnya cukup lumayan. Aku masih ingat
nanas yang Bapak tanam karena hasilnya melimpah Bapak jual ke warung sekitar,
begitu juga dengan cabe rawit, pisang dan tanaman lainnya ketika hasilnya
berlebih maka Bapak jual, dan yang memiliki tugas menjualnya adalah aku
sehingga sebetulnya disinilah bakat wirausahaku tumbuh. Dipaksa oleh Bapak
berjualan. Pelajaran berwirausaha dari Bapak luarbiasa. Bisnis Bapak mengalir
seperti air katanya, “teu kudu ngarawu kusiku” jadi jangan mengambil sesuatu
mengunakan siku karena akan sulit diambilnya. Prinsip hidup Bapak kenapa mesti
membeli selama kita masih bisa menanam betul betul mengajarkan prinsip hidup
hemat. Jadi ingat cerpen Banun di buku pelajaran Bahasa Indonesia di kelas XI,
ada seorang Banun yang hidupnya memanfaatkan lahan pekarangan dan kebunnya.
Karakter lain yang aku kagumi dari Bapak
adalah pekerja keras, Bapak kadang disekolah sampai sore namun, pekerjaan
dirumah pasti bisa dibereskan oleh Bapak mengurus ternak, tanaman dikebun atau
pekerjaan rumah tangga lainnya, kadang Bapakku memasak didapur biasanya masakan
yang sering Bapak masak adalah mengolah ikan atau ayam, dan rasanya tak kalah
dengan masakan ibuku. Disekolah Bapakku selain mengajar punya tanggungjawab
lain, Bapak ditugasi oleh setiap kepala sekolah yang ditugaskan disekolahku
menjadi wakil kepala sekolah. Satu waktu malah pernah yang ditugaskan
disekolahku adalah seorang manajer dari sebuah kesebelasan besar di Indonesia
yaitu Persib Bandung. Betapa repotnya aku lihat Bapak mengurusi sekolah karena
sang kepala sekolah sedang ada tugas lain, untuk mendampingi Persib Bandung
bertanding, sampai berbulan bulan kadang kepala sekolahnya tidak masuk
disekolah, Bapak dengan sigapnya semua pekerjaan dapat tertangani. Bapak tak
pernah kudengar mengeluh hadapi semua pekerjaan yang begitu banyak, bahkan Bapakku
selalu tersenyum hadapi itu semua.
Bapakku ketika menjadi guru bukan
pribadi yang ambisius, pribadi yang rendah hati dan selalu banyak mengalah.
Bahkan ketika sang pimpinan sekolah merekomendasikan Bapak untuk menjadi kepala
sekolah Bapak menolaknya dengan halus, Bapak merasa sudah sangat nyaman dengan
menjadi guru. Kata Bapak jadi kepala sekolah itu banyak tantangannya yang belum
tentu Bapak sanggup menghadapinya. Bahkan
kata Bapak takut banyak dosanya, cukup jadi guru saja. Padahal aku tahu jaman Bapak
menjadi guru, gaji guru sangat kecil, beda jauh dengan jaman sekarang. Guru
hari ini begitu dimanja dengan penghasilan, walau kadang prihatin juga.
Besarnya penghasilan tak sebanding dengan kinerjanya. Bukankah guru pelukis
masa depan bangsa. Terbayang apa yang terjadi ketika hari ini guru mengajar
asal asalan, masa depan bangsa sungguh di pertaruhkan. Kata Bapak jadi guru
yang bener jangan kebeneran jadi guru.
Perjuangan Bapak
menjadi guru pada saat itu luarbiasa sekali, dibanding hari ini banyak sekali
kemudahan. Ketika kita mengajar banyak dibantu oleh berbagai macam sarana, kata
Bapak sungguh saying kalau sampai hari ini guru masih mengajar sekadarnya saja.
Perangkat kerja saja masih nyontek punya yang lain gimana akan benar
mengajarnya. Sebab setiap sekolah punya karakteristik masing masing jadi tidak
mungkin perangkat sekolah A dipakai di sekolah B. Ini adalah masalah mental
guru yang harus segera diperbaiki. Mental guru lain yang mesti diperbaiki
adalah perilaku konsumtif yang tidak terasa, contohnya cara berpakaian guru.
Hari ini guru sepertinya berlomba lomba berpakaian semenarik dan sebagus
mungkin. Tampil menarik dan bagus didepan murid adalah perilaku yang baik, tapi
ketika terlalu sering berubah mode pakaian atau bahkan juga pakaian yang dipakai dipasang pasangkan
dengan tas dan sepatunya biar cocok ini mungkin yang berlebihan. Perilaku
seperti ini sungguh tidak baik buat peserta didik sebab gaya guru yang seperti
ini tentunya akan ditiru oleh murid muridnya. Bukankah peribahasa mengatakan
guru “kencing berdiri murid kencing berlari”, dan bagi murid, guru adalah role model, tauladan, contoh
sehingga apa yang dilakukan oleh guru
akan juga dilakukan oleh muridnya. Kata Bapakku dulu guru punya pakaian paling
banyak 3 dan itu seragam semuanya, sehingga pada jaman Bapakku mengajar setiap
hari guru sama bajunya karena seragam.
Bagiku Bapakku adalah segalanya buatku
sehingga aku memiliki keinginan untuk menjadi guru yang terbaik, sebab Bapakku
juga sudah menjadi guru yang terbaik dalam kehidupanku. Didedikasikan untuk
Bapakku Yeyet Ahmad Riyaya, BA.
*Rahmat Hidayat, 0817617965 Guru di
SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat dan Pengurus IGI Jawa Barat.