Rabu, 12 Oktober 2016

Bapakku – Guruku Inspirasiku*



Bapakku – Guruku Inspirasiku*
Rahmat Hidayat, SMAN 1 Cikalongwetan

Kehidupanku sejak kecil tinggal dilingkungan guru, aku dibesarkan oleh orangtua (Bapak dan Mamah) yang menjadi guru serta tempat kakek dan nenekku yang mengurus Bapakku juga adalah guru. Sedangkan kakekku yang sesungguhnya, juga adalah seorang lurah dan guru mengaji di Cikalongwetan Bandung Barat. Jadi di darahku mengalir deras jiwa guru yang sangat besar. Aku lahir dan menghabiskan masa kecilku di Cimahi setelah aku kelas 4 SD aku pindah ke daerah kecil dipinggiran kota yaitu Cikalongwetan. Aku pindah mengikuti Bapak (demikian aku menyebutnya untuk orangtua laki lakiku) karena ditugaskan disekolah baru. Bapakku seorang guru SMA. Bapakku  meniti karir menjadi guru sejak aku lahir, dan karena Bapakku lah aku menjadi seorang guru dan juga seorang Instruktur Nasional bagi guru guru. Aku merasa kesuksesan ini didapat tidak lain karena atas didikan dan bimbingan Bapakku. Aku selalu bertanya dan berusaha menjadi guru yang baik seperti Bapak. Sebab bagiku guru yang terbaik adalah Bapakku.

Berbicara tentang kesuksesan tentu peran besarnya ada di guru, semua guru bagiku adalah sumber inspirasi walau tentunya dengan waktu dan kadarnya masing masing. Ketika dulu di SD ada guru yang menginspirasiku beliau menjelaskan betapa enaknya jadi seorang pengusaha. Pada saat itu mulailah aku berkeinginan untuk berdagang, sejak kelas 5 SD aku sudah mulai berdagang, yaitu berjualan buah buahan yang kubeli dan kupetik sendiri dari pohon milik tetangga. Selain itu aku juga berjualan kelereng, layangan, karet dan aneka mainan lainnya untuk anak anak se usiaku. Kebiasaan berjualan ini terus aku bawa sampai sekarang. Aku malah sering disebut sebagai guru pedagang dan aku sering diundang untuk menjadi pelatih dalam latihan kewirausahaan disekolah sekolah.

Menginjak usia sekolah SMP beberapa guruku memotivasi hal lain. Mereka memotivasiku untuk ikut organisasi maka  pada saat itu, aku masuk organisasi Pramuka. Disini mulailah aku belajar berani untuk hidup mandiri. Selain baris berbaris dan upacara bendera, aku dilatih juga tali temali, pioneering, tanda jejak, morse dan semaphore. Semua pengetahuan yang kudapat di pramuka kemudian di aplikasikan di perkemahan sabtu minggu. Senang rasanya bisa merasakan suasana tidur diluar mendekat dengan alam. Berbagai macam pengalaman selama perkemahan menjadi bekal buat aku dalam mengarungi kehidupan ini.

Usia SMA  benar benar menempaku untuk menjadi lebih dewasa, apalagi Bapakku menjadi guru disekolah yang aku masuki. Sehingga aku berpikir aku mesti lebih baik agar tidak memalukan Bapakku. Beberapa orang guru di SMA memberiku inspirasi yang lain. Sejalan dengan usiaku yang terus bertambah, bakat organisasiku makin terasah. Aku mulai ikut organisasi yang levelnya lebih tinggi, banyak kegiatan yang aku ikuti selain kegiatan organisasi disekolah. Selain itu ada hal lain yang muncul dalam diri ketika aku ikut organisasi di SMA, yaitu guruku memotivasi untuk tidak mudah menyerah, ngotot dan terus bergerak. Karakter ini yang terus  ada sampai saat ini dalam diriku. Dalam menghadapi berbagai hal aku biasanya ngotot dan tak mau kalah apalagi ketika di SMA inilah Bapakku meminta aku belajar ilmu bela diri. Karate dan silat adalah olahraga yang aku ikuti. Tempaan fisik dan mental dalam setiap latihan membuatku semakin kuat dalam menghadapi tantangan apapun. 

Semua motivasi dan inspirasi yang diberikan oleh guru guruku disekolah sejak SD sampai SMA sebenarnya adalah inspirasi dan motivasi yang diberikan oleh Bapakku di rumah, karena aku tak menyadarinya mungkin ini menjadi tak berasa. Sekarang baru aku sadar bahwa sesungguhnya motivator dan inspirator utama dalam hidupku adalah Bapakku. Inilah pribadi Bapakku yang membuat aku ingin menjadi seorang guru, sehingga selepas SMA aku lanjutkan sekolah ke IKIP Bandung, jurusannya pun sama seperti Bapakku ekonomi, tapi Bapakku luarbiasa sepertinya semua ilmu bisa. Fisika, kimia, matematika Bapak kuasai, bahkan Bahasa inggris pun Bapak bisa. Jadi guru yang segala bisa Bapakku ini. Dan akupun ingin seperti Bapak.

Sosok Bapakku yang kukenal sejak kecil adalah pribadi  yang sederhana, hidupnya apa adanya, yang aku tahu Bapakku selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarga dengan gajinya sendiri. Aku masih ingat ketika untuk menambah kebutuhan keluarga Bapak memelihara ayam kampung dan ayam petelur sekedar untuk memenuhi gizi keluarga, dan kebun yang tak seberapa luas Bapak tanami dengan bumbu bumbu dapur , atau tanaman buah buahan yang hasilnya cukup lumayan. Aku masih ingat nanas yang Bapak tanam karena hasilnya melimpah Bapak jual ke warung sekitar, begitu juga dengan cabe rawit, pisang dan tanaman lainnya ketika hasilnya berlebih maka Bapak jual, dan yang memiliki tugas menjualnya adalah aku sehingga sebetulnya disinilah bakat wirausahaku tumbuh. Dipaksa oleh Bapak berjualan. Pelajaran berwirausaha dari Bapak luarbiasa. Bisnis Bapak mengalir seperti air katanya, “teu kudu ngarawu kusiku” jadi jangan mengambil sesuatu mengunakan siku karena akan sulit diambilnya. Prinsip hidup Bapak kenapa mesti membeli selama kita masih bisa menanam betul betul mengajarkan prinsip hidup hemat. Jadi ingat cerpen Banun di buku pelajaran Bahasa Indonesia di kelas XI, ada seorang Banun yang hidupnya memanfaatkan lahan pekarangan dan kebunnya.

Karakter lain yang aku kagumi dari Bapak adalah pekerja keras, Bapak kadang disekolah sampai sore namun, pekerjaan dirumah pasti bisa dibereskan oleh Bapak mengurus ternak, tanaman dikebun atau pekerjaan rumah tangga lainnya, kadang Bapakku memasak didapur biasanya masakan yang sering Bapak masak adalah mengolah ikan atau ayam, dan rasanya tak kalah dengan masakan ibuku. Disekolah Bapakku selain mengajar punya tanggungjawab lain, Bapak ditugasi oleh setiap kepala sekolah yang ditugaskan disekolahku menjadi wakil kepala sekolah. Satu waktu malah pernah yang ditugaskan disekolahku adalah seorang manajer dari sebuah kesebelasan besar di Indonesia yaitu Persib Bandung. Betapa repotnya aku lihat Bapak mengurusi sekolah karena sang kepala sekolah sedang ada tugas lain, untuk mendampingi Persib Bandung bertanding, sampai berbulan bulan kadang kepala sekolahnya tidak masuk disekolah, Bapak dengan sigapnya semua pekerjaan dapat tertangani. Bapak tak pernah kudengar mengeluh hadapi semua pekerjaan yang begitu banyak, bahkan Bapakku selalu tersenyum hadapi itu semua.

Bapakku ketika menjadi guru bukan pribadi yang ambisius, pribadi yang rendah hati dan selalu banyak mengalah. Bahkan ketika sang pimpinan sekolah merekomendasikan Bapak untuk menjadi kepala sekolah Bapak menolaknya dengan halus, Bapak merasa sudah sangat nyaman dengan menjadi guru. Kata Bapak jadi kepala sekolah itu banyak tantangannya yang belum tentu Bapak sanggup menghadapinya.  Bahkan kata Bapak takut banyak dosanya, cukup jadi guru saja. Padahal aku tahu jaman Bapak menjadi guru, gaji guru sangat kecil, beda jauh dengan jaman sekarang. Guru hari ini begitu dimanja dengan penghasilan, walau kadang prihatin juga. Besarnya penghasilan tak sebanding dengan kinerjanya. Bukankah guru pelukis masa depan bangsa. Terbayang apa yang terjadi ketika hari ini guru mengajar asal asalan, masa depan bangsa sungguh di pertaruhkan. Kata Bapak jadi guru yang bener jangan kebeneran jadi guru.

Perjuangan Bapak menjadi guru pada saat itu luarbiasa sekali, dibanding hari ini banyak sekali kemudahan. Ketika kita mengajar banyak dibantu oleh berbagai macam sarana, kata Bapak sungguh saying kalau sampai hari ini guru masih mengajar sekadarnya saja. Perangkat kerja saja masih nyontek punya yang lain gimana akan benar mengajarnya. Sebab setiap sekolah punya karakteristik masing masing jadi tidak mungkin perangkat sekolah A dipakai di sekolah B. Ini adalah masalah mental guru yang harus segera diperbaiki. Mental guru lain yang mesti diperbaiki adalah perilaku konsumtif yang tidak terasa, contohnya cara berpakaian guru. Hari ini guru sepertinya berlomba lomba berpakaian semenarik dan sebagus mungkin. Tampil menarik dan bagus didepan murid adalah perilaku yang baik, tapi ketika terlalu sering berubah mode pakaian atau bahkan  juga pakaian yang dipakai dipasang pasangkan dengan tas dan sepatunya biar cocok ini mungkin yang berlebihan. Perilaku seperti ini sungguh tidak baik buat peserta didik sebab gaya guru yang seperti ini tentunya akan ditiru oleh murid muridnya. Bukankah peribahasa mengatakan guru “kencing berdiri murid kencing berlari”,  dan bagi murid, guru adalah role model, tauladan, contoh sehingga  apa yang dilakukan oleh guru akan juga dilakukan oleh muridnya. Kata Bapakku dulu guru punya pakaian paling banyak 3 dan itu seragam semuanya, sehingga pada jaman Bapakku mengajar setiap hari guru sama bajunya karena seragam.

Bagiku Bapakku adalah segalanya buatku sehingga aku memiliki keinginan untuk menjadi guru yang terbaik, sebab Bapakku juga sudah menjadi guru yang terbaik dalam kehidupanku. Didedikasikan untuk Bapakku Yeyet Ahmad Riyaya, BA.

*Rahmat Hidayat, 0817617965 Guru di SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat dan Pengurus IGI Jawa Barat.

Senja di Pelabuhan Tulehu



Senja di Pelabuhan Tulehu
Perjalanan menuju Masohi ibukota kabupaten maluku tengah ditempuh dengan dua alat transportasi dari ambon, pertama dengan menggunakan kendaraan darat menuju teluk Tulehu, kemudian perjalanan dilanjutkan dengan kendaraan laut menggunakan kapal cepat dengan lama perjalanan sekitar 2 jam. Dalam perjalanan dari Ambon menuju Pelabuhan Tulehu kami melewati Pantai Natsepa.
Pantai Natsepa adalah pantai kecil diujung teluk ambon. Selain terkenal sebagai pantai berpasir putih pantai ini juga lengkap dengan wisata kulinernya. Dipinggir jalan pantai natsepa banyak dijual rujak natsepa. Makanan Rujak  yang disajikan umumnya sama seperti di daerah lain di Indonesia namun yang membedakan adalah bumbunya yang terasa lebih sedap karena terbuat dari gula aren khas tempat ini. Dengan tampilan segar memikat rujak natsepa layak untuk dimakan kapan saja.
Sesampainya di pelabuhan Tulehu ada pemandangan  yang cukup menarik yaitu setiap kendaraan yang masuk pelabuhan ini maka akan dikejar oleh orang orang yang ada disana, cukup kaget juga ketika melihat pemandangan itu, ternyata mereka adalah kuli panggul yang akan mengangkut barang dari penumpang kapal. Setelah mobil berhenti mereka akan langsung mengambil barang penumpang untuk dibawakan ke kapal dan biasanya juga yang sudah terbiasa mereka juga disuruh untuk membeli tiket kapalnya.
Pekerjaan kuli panggul yang dilakukan secara turun menurun ini ternyata mengajarkan sebuah kearifan lokal dalam karakter kehidupan, yaitu karakter kejujuran. Karakter jujur adalah karakter baik dan utama dalam kehidupan, dengan adanya karakter ini calon penumpang kapal di pelabuhan Tulehu tidak merasa takut bawaanya atau uang tiket mereka dibawa pergi oleh kuli panggul,  karena karakter ini pula muncul rasa percaya sehingga mereka percaya sepenuhnya barang bawaan mereka dibawa oleh kuli panggul. Sampai  saat ini belum pernah terjadi ada barang penumpang kapal yang dibawa pergi oleh mereka. Mereka saling mengawasi dan mengingatkan diantara mereka agar kepercayaan yang sudah bertahun tahun ini akan terus bertahan. Barang yang dibawa oleh kuli panggul diantarkan sampai ke tempat duduk di kapal. Dan karena seringnya juga kuli panggul tahu penumpang akan duduk di kursi kelas yang mana di kapal cepat ini.
Sambil menunggu kapal cepat bersiap pergi sesuai dengan jadwalnya, kami menikmati pelabuhan kecil ini dengan minum teh di pinggir pelabuhan. Sepanjang pintu masuk pelabuhan berdiri warung warung tenda yang menyediakan berbagai minuman yang siap diseduhkan oleh tukang warung. Selain itu tersedia juga makanan seperti mie rebus, mie seduh, roti dan makanan ringan yang lainnya. Menjelang sore kapal bersiap pergi dengan ditandai mesin kapal yang dihidupkan.
Kapal cepat segera beranjak pergi meninggalkan dermaga pelabuhan Tulehu menuju pelabuhan Amahai kota Masohi di Pulau Seram. Kapal bergerak dengan cepat menembus lautan yang dalam, laut yang jernih berwarna kebiru biruan enggan rasanya untuk tak dinikmati. Laut yang tenang  menambah kenikmatan perjalanan  ini sebab biasanya di musim angin timur yaitu pada bulan April sampai dengan Juni laut begitu ganasnya dengan gelombangnya yang tinggi seperti siap melumat siapapun yang ada dilautan.
Bersambung …
*) Rahmat Hidayat, Guru SMAN 1 Cikalongwetan/Pengurus IGI Jawa Barat

Selasa, 12 Juli 2016

Mudik yang Literat



Mudik yang Literat

Mudik telah menjadi budaya. Seolah merupakan keharusan yang mesti dilakukan pada saat lebaran Idulfitri. Akibatnya, kemacetan yang luar biasa terjadi di mana-mana. Seperti kita ketahui, mudik kali ini telah merenggut belasan nyawa karena macet. Namun, macet tak dapat disalahkan sebagai biang keladi kematian, melainkan ini semua terjadi tidak lepas dari kesalahan manusia itu sendiri.
 Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa timbul karena ketidaksiapan pemerintah atau penyelenggara layanan jalan tol dalam menghadapi kejadian luar biasa. Selain itu, hal ini juga merupakan kesalahan pemudik yang kurang antisipatif dalam menghadapi kemacetan.
Dalam pelaksanaan mudik, kemampuan literasi sangat dibutuhkan sebab dengan  kemampuan ini pemudik mampu mengantisipasi kemacetan jalan dengan cara mencari alternatif jalan lain dalam menempuh sebuah perjalanan. Beberapa kemampuan literasi yang penting dalam perjalanan antara lain, sebagai berikut.
Literasi bertanya, yaitu bagaimana kemampuan kita bertanya pada orang sekitar yang ada dalam perjalanan kita. Dengan bertanya pada orang yang ada dilokasi perjalanan kita, orang yang lebih tahu kondisi jalan atau keadaan yang akan dilalui oleh kita. Akan tetapi, bertanya juga membutuhkan teknik yang baik, bukan sekedar bertanya, sebab kita membutuhkan informasi yang utuh tentang sebuah lokasi. Bertanya juga harus secara santun, misalnya dengan turun terlebih dahulu dari kendaraan sehingga orang yang ditanya akan merasa dihargai.
Selanjutnya, literasi mendengarkan pengalaman orang lain. Selain bertanya pada orang sekitar dalam perjalanan kita, sebaiknya sebelum memulai perjalanan yang akan ditempuh, alangkah baiknya apabila kita bertanya kepada orang lain yang pernah menempuh rute yang akan kita lewati. Ada pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Penting sekali bagi kita untuk menjadikan pengalaman orang lain  sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi kita yang akan menempuh sebuah perjalanan. Biasanya orang yang pernah melewati perjalanan yang akan kita tempuh, memilik tips dan trik tertentu.
Kemudian, literasi peta. Literasi ini begitu sangat penting bagi pemudik karena dengan kemampuan membaca peta kita akan tahu posisi kita dalam perjalanan yang dilakukan. Selain itu, kita juga akan tahu berapa jarak perjalanan yang akan ditempuh. Selain peta baca yang ada dalam bentuk kertas, teknologi peta  yang lebih canggih ada pada telepon genggam dengan mengunduh aplikasi peta. Peta yang ada dalam telepon genggam selain lebih aplikatif juga dapat membantu kita untuk mengetahui daerah mana yang macet, rawan bencana, dan jalur alternatif yang dapat ditempuh menuju tujuan kita. Selain itu, ada fasilitas suara seolah-olah kita dipandu dalam perjalanan. Tentunya dengan peta model ini kita tidak terlalu ribet dalam membacanya karena tidak memerlukan tempat yang besar untuk membaca peta tersebut.
Literasi data, dengan literasi data ini kita akan tahu catatan-catatan kejadian di suatu tempat pada waktu sebelumnya. Penting sekali bagi pemudik untuk membaca data ini karena dengan mengetahui catatan pada waktu lalu bukan mustahil kejadian yang sama akan terulang kembali, misalnya catatan tentang daerah yang rawan bencana alam, puncak kemacetan atau pun data sebelumnya yang terkait dengan perjalanan. Biasanya data ini banyak disajikan dalam media cetak ataupun media sosial, kita hanya tinggal membaca dan memahaminya.
Literasi doa, sedekah dan shalat hajat, literasi yang juga tak kalah penting dalam perjalanan kita adalah literasi doa,  melakukan sedekah dan shalat hajat. Setelah kita menyempurnakan semua ikhtiar kita maka tidak ada jalan dan upaya yang lain, selain menyerahkan segalanya kepada Sang Pemilik Alam. Bukankah dengan  doa, sedeqah dan shalat,  bahaya dan bencana akan Alloh Swt hindarkan dari kita,  dan perjalanan yang kita lakukan pada hakikatnya adalah  dalam rangka mensyukuri semua nikmat yang telah Alloh Swt berikan kepada kita. Dengan syukur kita itu maka nikmatNya akan ditingkatkan. Semoga perjalanan yang akan kita lakukan selamat sampai tujuan.
*Rahmat Hidayat*
Guru SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat/Pengurus IGI Jabar.

Jajal Jabar Selatan (JJS)



Jajal Jabar Selatan (JJS)

Perjalanan pulang dari pangandaran kali ini, ingin mencoba rute baru. Rute ini sengaja ditempuh untuk menghindari rute biasa yang macetnya sudah “tingkat dewa”, jika pada saat arus balik berlangsung. Menurut peta yang ada di telepon genggam perjalanan yang akan dilewati adalah  pangandaran, cipatujah, santolo, jayanti, cidaun, ciwidey dan akhirnya bandung. Berangkat dari pangandaran tepat jam 9.00 WIB dimulai dengan bismillah, penuh semangat dan penasaran. Penasaran karena jalur yang belum pernah dilewati sebelumnya dan menurut cerita teman, jalur ini akan berada di sepanjang pantai selatan jawa barat. Sehingga pemandangan yang terlihat jauh berbeda dengan jalur yang biasa dilewati.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 km dari pangandaran akhirnya kami melewati grandcanyon ala pangandaran, atau kawasan wisata cukang taneuh. Grandcanyon adalah kawasan wisata dimana kita bisa stalaktit stalaktit yang begitu indah menyimpan sejuta pesona  yang terletak di sungai cijulang. Menurut KBBI stalaktit adalah batangan kapur yang terdapat pada langit-langit gua dengan ujung meruncing ke bawah. Untuk mencapai tempat ini kita dapat menyewa perahu dengan menyisir sungai cijulang hingga sampai di grandcanyon. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi sungai yang airnya bening dan pepohonan yang hijau sepanjang aliran sungai.  

Perjalanan kami lanjutkan,  Jalan yang kami lewati jalan yang mulus paduan aspal berhotmix dan beton. Jalan yang mulus laksana jalan tol ini, membuat kendaraan dapat dipacu dengan kecepatan rata rata 80 km/jam, dan tanpa terasa setelah satu jam perjalanan kami sampai di pantai Ciparanti. Pantai yang sepi jarang pengunjungnya, kemudian Kami istirahat sejenak dipantai Ciparanti sekedar menegakkan badan setelah lama duduk.  Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah laut, samudera indonesia. Ombak dipantai ini sangat besar, sehingga jarang sekali orang berenang,  kecuali turis asing yang memanfaatkan ombaknya untuk berolahraga selancar air.

Betul kata teman perjalanan yang ditempuh terus berada di sepanjang bibir pantai laut selatan jawa barat. Ombaknya yang besar dan menggulung gulung tampak terlihat dari kejauhan. Sungguh panorama alam yang memanjakan mata karunia sang maha pencipta, kondisi ini tentunya jauh berbeda kalua kami melewati jalur biasa melewati nagrek. Singgahan pantai berikutnya kami hanya lewati saja karena waktu yang telah beranjak sore tampak pula dikejauhan sang raja hari telah ada di sebelah barat.  Ada pemnadangan tak biasa dibelahan pantai yang lain tampak air laut berwarna kecoklatan akibat campuran air sungai yang bermuara kelaut,  tampaknya dibagian hulu sungai ini sedang turun hujan besar sehingga airnya cukup besar dan berwarna keruh. Akibatnya gulungan ombak yang biasa terlihat putih kebiruan sekarang berubah warna menjadi kecoklatan.

Selain panorama pantai dan lautan lepas, sepanjang perjalanan juga banyak sekali tambak udang.  Tambak tambak udang yang dijaga oleh masyarakat pesisir pantai ini adalah milik para pemilik modal tambak.  Bahkan tambak udang yang berskala besar  juga banyak terlihat, dengan ditutupi pagar pagar yang kokoh dan tinggi. Agar orang orang sekitar tak mampu melewatinya.

Menjelang sore hujan besar turun dengan derasnya, pandangan pun hanya 10 meteran terhalang oleh derasnya hujan. Hujan deras yang terjadi mulai dari daerah cagar alam leweung sancang sampai rancabuaya cukup membuat takut juga, apalagi dengan suara petir yang begitu keras seolah olah seperti berada di atas mobil saja membuat perasaan ini makin takut.  Kami semua berdoa agar hujan besar ini segera berhenti. Memasuki daerah pantai jayanti hujan mulai reda, kami pun istirahat sejenak di pom bensin di daerah pertigaan cidaun Jayanti. Setelah mengisi penuh bahan bakar perjalanan kami lanjutkan ditemani hujan rintik rintik sore menjelang maghrib.

Perjalanan Cidaun ciwidey begitu luarbiasa menegangkan. Selepas maghrib  kami baru berangkat dari cidaun. Ditemani suasana kegelapan yang mulai terasa dan hujan yang masih ada kami berjalan perlahan. Sepanjang perjalanan di cidaun ini mati listrik sehingga perjalanan ini lengkaplah sudah, hujan rintik rintik, jalanan berkelok ditambah gelap pula. Sungguh perjalanan menegangkan. Diawal perjalanan ketika memasuki daerah cidaun, kami sudah diingatkan oleh penduduk sekitar, agar berhati hati karena daerahnya rawan longsor, terutama di hutan bamboo dan hutan jati yang akan dilewati. Alhamdulillah longsor tak kami dapati namun kegelapan memasuki hutan di daerah cidaun dan jalan nanjak berkelok itu yang ditemui. Konon menurut masyarakat sekitar di malam hari kadang masih terdengar suara auman dari macan kumbang. Hutan yang gelap dan terjal ini akhirnya terlewati juga namun tantangan berikutnya siap menghadang.

Tanjakan Kelok Seribu demikian nama daerah yang kami lihat di peta yang ada di telepon genggam kami. Cukup kaget juga melihatnnya ada juga rupanya saingan kelokan sembilan di sumatera disini. Ternyata betul sekali kelokan yang kami hadapi.  Sangat  banyak sekali.  Selain itu jalannya menanjak dan licin karena bekas diguyur hujan. Sepanjang tanjakan kelok seribu kami banyak dibantu oleh warga sekitar. Mereka membantu mengarahkan perjalanan kami terutama di tanjakan dan kelokan yang sangat  tajam. Beberapa kali mobil mesti berhenti untuk memberikan kesempatan mobil yang didepan kami menjauh terlebih dahulu. Selain jalanan menanjak dan berkelok juga ada beberapa bagian   jalan yang kurang terpelihara didaerah naringgul yang menyebabkan juga banyak mobil yang mogok, karena tidak kuat menanjak. Tampak sepanjang jalan banyak kendaraan yang menepi terlebih dahulu untuk beristirahat.

Setelah hampir 2,5 jam berkutat dijalanan gelap dan menanjak akhirnya sampai kami di rancabali ciwidey, tampak suasana keramaian ada disini. Seolah seperti apa judul dari bukunya RA Kartini,  habis gelap terbitlah terang.  Sedikit merayap Karena jalanan macet akhirnya kami sampai pula di bandung pukul 23.00. Sungguh perjalanan yang menegangkan dan  melelahkan namun sangat menyenangkan. Suatu saat kami akan kembali untuk menikmati alam Jabar wilayah Selatan. Ayo kita JJS (Jajal Jabar Selatan)

*Rahmat Hidayat, Guru di SMAN 1 Cikalongwetan Bandung Barat/Pengurus IGI Jabar

  Benarkah Sastra Dapat Membentuk Pribadi (Karakter)?   Ajarkanlah sastra pada anak-anak kalian, karena sastra akan mengubah yang pengec...